Monday, October 6, 2008

macromod - pembentukan asa nalar

ini adalah materi terakhir kuliah makro modelling sebelum mid. Mekanisme transmisi menjadi penting, karena dari bagan inilah kita akan dapat menentukan arah "lari" variabel-variabel kita.
sebagian besar materi dan gambar dalam ppt mekanisme transmisi ini diambil dari paper2 yang diterbitkan oleh BI.

ini ppt mekanisme transmisi selengkapnya http://rapidshare.com/files/151352072/ikarahutami_7mekanisme_transmisi.ppt. semoga bermanfaat

macromod- Pembentukan asa nalar

Asa nalar atau rational expectation, merupakan perkembangan dari adaptive expectation.
materi kuliah ini saya sampaikan, mengingat perkembangan pemodelan baik yang digunakan oleh New Classical maupun new Keynesian menggunakan ratex sebagai salah satu landasan (tentu saja dengan cara yang berbeda).

Ringkasan yang termuat dalam power point ini, sebetulnya merupakan penelusuran yang saya lakukan ketika membuat disertasi. semoga berguna.

macromod- Microfoundation for Macroeconomics modelling

selain masalah teori makro, microfoundation juga menjadi hal yang sangat penting. microfoundation berguna terutama untuk menderivasi model.

powerpoint berikut ini adalah beberapa materi dari microfoundation. semoga berguna

macromod- teori makro utama

Menurut saya, salah satu hal yang harus dipahami betul dalam pembentukan model makro adalah mainstream apa yang akan digunakan.
teori Keynes dan perkembangannya, teori klasik dan perkembangannya, masing-masing memiliki karakter, restriksi, dan asumsi yang tidak dapat dicampuradukkan satu dengan yang lain.

apabila penelitian ini melakukan konfirmasi teori, maka dasar teori harus muncul secara nyata.
dan dasar teori inilah yang akan memunculkan restriksi dan asumsi di dalam pemodelan.

kajian terhadap perdebatan penelitian sebelumnya juga akan sangat memperkaya pemodelan. sehingga ketika membuat model, peneliti telah tahu arah yang akan ditempuh, dan tidak menyalahkan kondisi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sehingga banyak anomali, bila estimasi hasil tidak menunjukkan arah yang sesuai dengan teori (seperti yang banyak dilakukan mahasiswa S1 kita).

powerpoint mengenai teori makro utama ini sebetulnya merupakan ringkasan dari tugas makro saya waktu s3 selama 1 semester. jadi detailnya ada di tumpukan paper saya. hehe. sekarang yang saya sampaikan hanya ppt saja ya... dapat dilihat di http://rapidshare.com/files/151350967/ikarahutami_4teori_makro_utama.ppt

macromod- model dinamik

pada dasarnya makro modelling yang diberikan di S2 UGM, lebih menitikberatkan pada alat ekonometris.
konsekuensinya, pengetahuan tentang time series model harus menjadi sangat kuat. Mahasiswa tidak cukup dibekali dengan regresi OLS karena bagi sebagian peneliti OLS telah masuk kategori jurrasic regression. hehehe

Materi model dinamik, sebagian saya ambil dari Model Ekonometri karangan Pak Insukindro dkk (unpublished)..

Model dinamik secara lengkap dapat dilihat di sini.

macromod- Prinsip Konstruksi Model, Hubungan Variabel, dan Dimensi Analisis

dalam bagian ini, kuliah minggu ke-2 isinya lebih ke prinsip dasar melakukan pemodelan. dalam bagian ini saya lebih menitikberatkan pengetahuan akan data
karena biasanya data dengan berbagai macam pengukuran akan membingungkan mahasiswa.

ppt lengkap ada di http://rapidshare.com/files/151350525/ikarahutami_2Hubungan_variabel__dimensi_analisis__dan_prinsip.ppt

silabi makro modelling dan dasar-dasar

power point berikut ini berisikan silabi makromodelling yang saya gunakan
sebelum mid, biasanya diisi dengan classical lecture, sedangkan setelah mid berisi presentasi mahasiswa.
perkembangan pemodelan biasanya tertangkap secara utuh ketika dilakukan diskusi setelah mid semester..
karena mereka harus mencari state of the art dari model yang digunakan

ini silabi yang saya gunakna dalam bentuk ppt

Macro modelling

Mata Kuliah Makro Modelling adalah satu mata kuliah yang ditawarkan di S2 dan S3 UGM.
Kebetulan saya boleh mengajar pada level S2 untuk 3 semester ini. Tidak terdapat buku baku untuk makromodelling sebenarnya. Sehingga dengan mencoba banyak membaca, banyak melihat SAP sebelumnya saya mencoba mengajar Makromodelling dengan style saya.

Atas permintaan Mas Harto dari UNJ, maka "terpaksa" saya keluarkan oret-oretan saya nih. sebenarnya saya nggak pede. habis.. ini masih sederhana sekali.
tapi dengan niat berbagi ilmu.. maka seluruh tulisan ini terbuka untuk diskusi dan koreksi

bahkan saya akan sangat senang bila ada kritik, atau ada materi baru yang bisa saya update untuk pengembangannya.

so... dont hesitate to make a great and smart discussion...
oya bila ingin menggunakan ppt ini sebagai bahan kuliah, silakan, asal ya seperti biasa, sesama akademisi tidak boleh saling mendahului... hehehe... maksudku... pls cantumkan sumbernya.... (meski belum ada copyrightnya)..


regards
ika

Pemampuan Knowledge Management dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

tulisan ini mencoba melihat kondis UMKM di Jogja. Makalah ini ditulis dengan Kuntari, teman saya di S3 UGM, dan menjadi finalis lomba karya tulis Immovation Bank Indonesia

ini bagian penutupnya....

Kegagalan institusional, kegagalan pasar dan keterbatasan kemampuan UMKM dalam bentuk keterbatasan kapabilitas manajemen, keterbatasan terhadap akses layanan bisnis, dan kemampuan mengakses dan menganalisis informasi mengakibatkan perkembangan UMKM menjadi penuh tantangan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam UMKM dan mengembangkan UMKM lebih jauh adalah penggunaan knowledge management. Knowledge Management (KM) dipandang sebagai proses untuk meningkatkan kapasitas dan nilai perusahaan berdasar aset intelektual atau pengetahuan. Pengetahuan ini terikat dan mengalir melalui berbagai entitas (multiple entities) didalam sebuah perusahaan. Penggunaan pengetahuan (knowledge use) ini menjadi sangat penting karena KM sangat bermanfaat bagi seluruh entitas perusahaan, dari level pimpinan sampai ke level karyawan untuk melakukan pengambilan keputusan yang akurat. Yang harus disadari adalah model KM berawal dari model Information System, sehingga pengembangan teknologi informasi menjadi satu hal yang patut diupayakan.

Pengembangan UKM dengan menggunakan pengetahuan harus disesuaikan karena penerapan yang terlalu cepat atau terlalu lambat justru akan menimbulkan permasalahan bagi UMKM. Bila tahapan UMKM dibagi menjadi tahap awal, pertumbuhan, ekspansi dan matang, maka pada tahap awal dibutuhkan (i) inkubator riset dan pengembangan, (ii) kecukupan tenaga kerja, infrastruktur dan pasokan material, serta (iii) pengetahuan pasar. Pada tahap pertumbuhan perlu diperhatikan hal-hal berupa (i) sertifikasi dan standarisasi, (ii) bantuan teknis, dan (iii) pengembangan pasar. Pada tahap ekspansi maka perlu memasukkan unsur ICT dan outsourcing, sedangkan pada tahap UMKM telah matang maka promosi merek dan internasionalisasi menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda.

Strategi yang perlu ditempuh dari sisi produk adalah perbaikan kualitas produk. Karena produk yang lebih baik akan lebih laku dijual, meningkatkan market share, memperoleh distribusi yang lebih luas, meningkatkan laba, menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya. Untuk itu kegiatan desain, terutama difokuskan pada perilaku manusia dan mutu kehidupan seluruh entitas menjadi penting dalam pengembangan produk. Perusahaan disarankan memiliki kreativitas di dalam setiap pemikiran dan tindakannya, karena berkompetisi hanya pada harga, bukan merupakan strategi yang berhasil, dibandingkan dengan berkompetisi dengan menciptakan produk yang orijinal dan inventif. Penggunaan pengetahuan dipandang juga dapat mengatasi masalah utama keuangan di UMKM yaitu ketiadaan titik temu (mismatch) antara kreditur dan debitur. Adanya kesenjangan antara kreditur dan debitur membutuhkan adanya informasi yang luas dan perbaikan-perbaikan sistem keuangan yang mampu melayani UMKM dengan lebih baik.

Implementasi strategi secara umum, strategi yang fokus ke produk dan keuangan secara tepat diharapkan akan mampu memberikan pengaruh yang signifikan, dan mempercepat pengembangan UMKM.


bila penasaran bagian depannya, silakan lihat di link ini

Menjaga Volatilitas Nilai Tukar: Faktor Pendukung Pengembangan Bisnis di ASEAN

Globalisasi ekonomi menyebabkan aliran barang, jasa dan modal di dunia dapat bergerak dengan bebas. Perdagangan bebas memberikan setidaknya tiga manfaat bagi masyarakat. Pertama, sistem perdagangan bebas yang diiringi dengan persaingan bebas akan menghindarkan berkembangnya kondisi X-inefficiency. Kompetisi akan mendorong produsen untuk melaksanakan proses produksi yang efisien sehingga harga yang dibebankan kepada konsumen menjadi relatif murah. Kedua, sistem perdagangan internasional yang bebas akan meminimumkan ketidakstabilan ekonomi makro yang menjurus pada "stop-go macroeconomics cycles", sedangkan kebijakan proteksi yang disertai dengan adanya kurs mata uang yang tidak realistis cenderung mengakibatkan terjadinya "foreign exchange bottleknecks." Ketiga, liberalisasi perdagangan internasional akan mendorong berlangsungnya proses produksi dalam skala penuh dengan memperluas produksi untuk ekspor dan menimbulkan situasi produksi yang "increasing return to scale," sehingga dapat berkompetisi di pasar internasional.

Liberalisasi perdagangan memicu terjadinya kerjasama ekonomi antar negara, baik itu bersifat regional, bilateral maupun multilateral. Regionalisme maupun penciptaan integrasi ekonomi lainnya semakin hari semakin menarik karena dipandang akan memberikan lebih banyak keuntungan dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkan. Dalam pemahaman populer, regionalisme ekonomi merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok perekonomian yang berdekatan secara geografis untuk mencapai integrasi ekonomi kawasan. Integrasi ekonomi secara regional menjadi tidak hanya bermanfaat bagi suatu negara namun juga bagi dunia bisnis. Hal ini disebabkan karena dunia bisnis sedang menghadapi lingkungan persaingan yang cenderung makin turbulen, yang dapat menyebabkan entitas bisnis tidak lagi berkelanjutan. Dalam kondisi yang semakin turbulen, dunia bisnis memerlukan kredibilitas dan integritas yang semakin tinggi, yang tidak hanya dapat diperoleh dari sisi internal bisnis, namun juga memerlukan faktor fundamental ekonomi makro yang kuat.

Dalam dunia bisnis setidaknya ada 4 faktor yang akan mempengaruhi strategi bisnis global (www.bized.co.uk) yaitu (i) politik, (ii) ekonomi, yang terdiri dari sistem pajak, iklim investasi, pasar keuangan yang canggih yang memudahkan kapital untuk bergerak, harga komoditas, kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh pemerintah, regulasi dan birokrasi internal, serta nilai tukar, (ii) teknologi, dan (iv) faktor sosial. Internasionalisasi bisnis sendiri pada dasarnya dapat memanfaatkan skema blok perdagangan untuk mengakselerasi bisnis. Blok perdagangan akan mempengaruhi akses ke pasar yang baru dan mempengaruhi biaya perdagangan relatif dalam wilayah yang berbeda di dunia.

Ketika pasar yang lebih luas menjadi tujuan bisnis, maka stabilitas nilai tukar menjadi faktor pendukung yang penting untuk diperhatikan. Salah satu ukuran dari risiko nilai tukar adalah volatilitas nilai tukar. Semakin besar volatilitas nilai tukar, berarti semakin tidak stabil dan berisiko, sehingga akan menghambat intervensi ke pasar luar negeri. Ketidakstabilan nilai tukar menjadi banyak diperhatikan terutama dalam integrasi ekonomi, karena integrasi perdagangan dipandang tidak lagi memadai untuk membendung arus globalisasi ekonomi yang terjadi. Tulisan ini, dengan mengolah data dari IFS dan ASEAN Secretariat, akan mengamati daya dukung ekonomi makro, terutama berkaitan dengan kondisi volatilitas nilai tukar di ASEAN, dan juga melihat apakah ASEAN telah siap melakukan integrasi keuangan untuk mengurangi volatilitas nilai tukar.

Makalah ini Telah dipresentasikan dalam The 1st National Conference – Faculty of Economics Widya Mandala Catholic University Surabaya, 4 September 2007 dan dimuat di Jurnal Kinerja, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2008. Bila ingin mengetahui lebih lanjut silakan klik di sini.

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia dan Penerapan Inflation Targeting

Makalah telah dipresentasikan dalam Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, UI-ISEI, di Jakarta, 8-9 Desember 2004

Abstract

The adoption of inflation target for Indonesia is a desirable option of monetary policy. This decision is induced by new system of exchange rate that is used of Indonesia since August 1997. The economics and institutional pre-condition is required for the successful adoption of inflation targeting. The paper focuses on two issues. First, how is transmission mechanism of monetary policy? Second, is the dominant channel of transmission mechanism will support the inflation targeting adoption? Are the economics and institutional conditions ready for inflation targeting adoption?
The quarterly Indonesia data for the 1981.1 – 2004.2 periods dan the Vector Autoregressions is used as data and method for transmission mechanism model. The empirical results show that real exchange rate is a dominant channel of transmission mechanism. The shocks of real exchange rate will influence output and inflation immediately. The domestic interest rate shocks will affect the output and inflation weaker and slower then real exchange rate shocks. The application of inflation targeting in Indonesia still needs institutional and public commitment to improve the structural economy condition, policy coordination and some other technical issues.

Key words: inflation targeting, transmission mechanism, monetary policy, Vector Autoregression, Indonesia

read more - http://rapidshare.com/files/151336659/ikarahutami_Mekanisme_Transmisi_Kebijakan_Moneter_.doc

Jeda Struktural dalam Suku Bunga Dan Kurs : Pengaruhnya Terhadap New Keynesian Phillips Curve Di Indonesia

The exchange rate system changed in August 1997 had many costs for Indonesian’s economy. Since August 1997, Bank Indonesia changed their nominal anchor and monetary target from monetary aggregate to interest rate and choose the inflation targeting as its monetary target. The monetary phenomenon changes and the fluctuation of monetary variables could be seen as the shocks in economy. This paper employs quarterly time series data from 1983.1 to 2005.4 to endogenously determine the timing of structural break for interest rate, exchange rate, inflation and output gap data in Indonesia. The Innovational Outlier model (IO) and the Additive Outlier model (AO) are then use to test for nonstationarity. Moreover the coefficient for all dummy variables such as intercept, slope and time of the break are found to be significant except output gap data. The next analysis is concern for the impact of monetary shock or monetary structural break to New Keynesian Phillips Curve (NKPC). This paper adopts and modifies the Batini-Haldane (1999) and Tanuwijaya-Meng (2005) NKPC model to analyze impact of exchange rate and interest rate impact to inflation. This model use backward and forward looking information, output gap, output expectation, depreciation/appreciation, monetary aggregate growth as variables that influence the inflation. The result shows that inflation expectation and depreciation/appreciation have a positive significant impact to inflation. In the other side the output gap just has an impact for long run. The wider output gap will make the higher inflation. In the long run, Indonesia Phillips Curve has a vertical shape. The last result is the structural break in real exchange rate and interest rate has a significant impact to inflation behavior.

Key words: Structural break, Innovational Outlier model, Additive Outlier Model, New Keynesian Phillips Curve, Indonesia.

Paper ini telah dipresentasikan dalam Seminar Akademik Tahunan Ekonomi III, UI-Bank Indonesia, Jakarta, 6-7 Desember 2006, dan dimuat di Jurnal Ekonomi dan Bisnis, UKSW, 2008

Full Paper dapat diperoleh di http://rapidshare.com/files/151336224/ikarahutami_Jeda_Struktural_dalam_Suku_Bunga_Dan_Kurs_.doc

Inflation Targeting: Mengapa Diperlukan dan Bagaimana Supaya Dapat Bekerja Dengan Lebih Baik?

Paper ini telah dimuat di Buletin Ekonomi, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan Vol 5. No.2, Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, 2007

berikut petikannya

Dinamika perekonomian ditentukan oleh interaksi simultan antar empat blok perekonomian yaitu blok moneter, blok fiskal, blok eksternal dan blok riil. Di antara ke empat blok perekonomian tersebut blok moneter merupakan jantung perekonomian, yang memegang peran penting dalam pencapaian tujuan ekonomi. Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memegang otoritas moneter telah mengalami perubahan dari periode ke periode terutama berkaitan dengan unsur kelembagaan, instrumen dan jangkar yang digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada awalnya sesuai dengan UU Pokok Bank Indonesia tahun 1953 pasal 7, tugas utama Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas mata uang, menyelenggarakan peredaran uang, memajukan sistem perbankan serta mengawasi kegiatan perbankan dan perkreditan (Rahardjo, 1995:4). Tugas ini sedikit bergeser dalam UU No 13 tahun 1968, yang menyebutkan bahwa tugas pokok Bank Indonesia adalah membentu pemerintah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat (Nopirin, 2000:46). Akibat krisis keuangan pada tahun 1997 dan berlanjut menjadi krisis ekonomi, maka otoritas moneter merasa perlu membuat kebijakan ekonomi yang lebih optimal untuk dapat mengatasi keterpurukan ekonomi Indonesia. Salah satu upaya meningkatkan kinerja Bank Indonesia, maka dikeluarkan UU No. 23 tahun 1999. UU tersebut mengakibatkan adanya perubahan orientasi tugas Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Bank Indonesia tidak lagi terbebani sebagai agen pembangunan tetapi lebih berfungsi sebagai penjaga stabilitas ekonomi. Secara lebih spesifik tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Ada pun tugas utama Bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur serta mengawasi bank. Stabilitas ekonomi ini dijaga melalui stabilitas harga yang harapannya, melalui stabilitas harga maka kinerja ekonomi makro baik secara internal maupun eksternal yang terkait dengan neraca pembayaran internasional akan terjaga pula.

Implikasi dari UU No 23 tahun 1999 adalah adanya perubahan bobot independensi Bank Indonesia. Bila sebelum tahun 1999 Bank Indonesia bukanlah merupakan lembaga yang independen, maka dari tahun 1999 Bank Indonesia diberikan kewenangan menjadi lembaga yang independen meskipun pada tahun 2004 independensinya menjadi relatif berkurang karena Bank Indonesia menjadi lembaga yang memiliki keterkaitan dengan departemen Keuangan selaku representasi dari pemerintah. Interseksi antara Bank Indonesia dan pemerintah ini menunjukkan adanya koordinasi antar dua lembaga terutama dalam pnentuan tujuan akhir kebijakan .

Implikasi lain dari UU No 23 tahun 1999 terjadi perubahan jangkar moneter. Sebelum tahun 1997, Bank Indonesia menggunakan paradigma uang aktif untuk menstabilkan harga. Paradigma uang aktif merupakan kebijakan yang menggunakan besaran moneter sebagai jangkar moneter (lebih dikenal dengan monetary targeting – yang selanjutnya disebut dengan MT). Salah satu sebab kenapa Bank Indonesia menggunakan besaran moneter sebagai jangkar adalah adanya kelebihan dan ekspansi likuiditas dipandang sebagai sumber ketidakseimbangan. Pada saat itu kelebihan likuiditas di perbankan terjadi karena dikucurkannya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia untuk program rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan. MT ini sangat tergantung pada stabilitas velositas uang beredar dan kemampuan bank sentral dalam mengendalikan uang kartal. Namun karena banyaknya kejutan ekonomi dalam masa krisis tahun 1997 maka hubungan antara uang primer dan harga menjadi tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan Bank Indonesia menjadi cenderung bias dalam menggunakan jangkar moneter, bahkan penelitian Carare dan Stone (2002) menunjukkan bahwa Bank Indonesia merupakan bank sentral yang tidak memiliki komitmen yang jelas (without clear commitmet), karena tetap menjangkarkan kebijakannya pada 3 hal yaitu inflasi, suku bunga riil dan perubahan uang primer.

Bila berminat lanjutannya silakan klik http://rapidshare.com/files/151335959/ikarahutami_Inflation_Targeting.doc

DAMPAK VOLATILITAS NILAI TUKAR TERHADAP ARUS PERDAGANGAN INDONESIA (PENDEKATAN ARDL-ECM)

Paper ini ditulis bersama Sri Yani, dan dimuat di Jurnal Ekonomi Indonesia No. 2 Desember 2006

abstractnya

This paper empirically investigates the impact of exchange rate volatility on the trade flows of Indonesia to its five major trading partners for the period 1975-2005. The standard deviation of the percentage change in the real exchange rate is employed to measure the exchange rate volatility. ARDL bounds testing approach procedure and error-correction models are used to obtain the estimates of the co-integrating relations and the short-run dynamics. The results obtained in this paper, on the whole, provide evidence that the exchange rate volatility has a significant negative effect on exports (in the short run) and a significant positive effect on import (in the short and long run). In the short and long run, foreign GDP and term of trade do not have a significant effect cause of export commodities disadvantage

lebih lanjut bisa dibaca di http://rapidshare.com/files/130317878/ika_rahutami_volatilitas_nilai_tukar.doc

Analisis Permintaan Bahan Pangan Hewani: Pendekatan Error Correction Linear Approximation Almost Ideal Demand System

Paper ini saya buat sebagai latihan untuk model ekonometri yang baru yaitu Pendekatan Error Correction Linear Approximation Almost Ideal Demand System. Pendekatan ini tidak sekedar error correction model biasa, namun menggunakan berbagai restriksi yang sesuai dengan model Almost Ideal Demand System. Paper ini juga dimuat di Jurnal Media Ekonomi, Usakti 2005

Abstractnya

Animal based food demand had a tendency to decrease sharply in 1999-2002, while the aggregate food demand always increased. This research, used Error correction-Linear Approximation-Almost Ideal Demand System, aimed to estimate animal based food demand behavior in Indonesia. Annually data from 1970 to 2002 was used in this research. The expenditure variable was identified as an exogenous variable; consequently The Seemingly Uncorrelated Regression was used. Research result showed that the demand behavior didn’t have the habit effect. Short and Long Run Marshallian price elasticity had a negative sign, but the long run price elasticity was more elastic than the short run. Short run cross-price elasticity showed a negative sign that indicated beef, chicken and fish were complementary goods. In the short and long run, beef, chicken and fish were normal goods. Such was this case of Hicksian elasticity that showed the negativity restriction was satisfied.

Key Words: Animal based food demand, EC-LA/AIDS, Seemingly Uncorrelated Regression

Read more on http://rapidshare.com/files/130316814/ika_rahutami_permintaan_bahan_pangan_hewani.doc

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA : KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DAN FENOMENA POLLUTION HAVENS

Fenomena Pollution Havens merupakan hal yang harus diwaspadai saat ini.
Paper ini mencoba mengupasnya di tahun 2003, Telah dipresentasikan dalam simposium nasional APTIK, 5 Februari 2003, di UAJY (mendapat award), dan dimuat di Jurnal Media Ekonomi, Usakti)

Abstract
Economics development aims is a better welfare economics and optimal aggregate production achievement. One of many factors that induced production process is technology. Unfortunately, technology is a kind of expensive goods to access it well, especially for developing countries. Some previous research showed that foreign investment was a solution for technology transfer, although some research also proved that foreign investment would cause a pollution havens phenomena. This research tries to analyze industry performance, such as economies scale, technical efficiency and technological progress, and pollution havens condition in Indonesia. Ordinary least square used in this research generates the results and proves that Indonesia’s industries have not had an economies scale condition and consisted a negative technological progress. The Indonesian dirty industries condition indicates that technological progress in dirty industries is caused by foreign investment and industry relocation from developed countries.
Key words: economics development, pollution havens, industry relocation, and dirty industries

baca lebih lanjut di sini saja

ANALISIS FENOMENA INFLASI DI INDONESIA 1980.1-1999.4

tulisan ini telah dimuat di Jurnal Kinerja 2001

Petikannya:

Antara tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 negara-negara di Asia menikmati pertumbuhan yang begitu tinggi (mendekati 8% per tahun). Pertumbuhan ekonomi yang demikian tinggi, bahkan lebih tinggi dibanding dengan Ametika Serikat dan negara-negara Eropa membuat negara-negara di Asia dijuluki dengan “Asian Miracle”. Namun “miracle” tersebut dengan cepat berganti menjadi kondisi krisis yang berkepanjangan sejak Juli 1997. Di mulai dengan krisis di Thailand dan bergerak ke Malaysia, Indonesia serta Korea Selatan, menyebabkan berubahnya sebutan bagi negara-negara tersebut menjadi “Asia Contangion” (www. Fact.com, issue date 20 March 1998, retrieve February 2000).

Devaluasi menjadi penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Asia dan akhirnya menimbulkan masalah inflasi di dalam negeri. Inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang mempengaruhi perekonomiaan secara riil karena memberikan tekanan bagi investasi dan menghalangi pertumbuhan ekonomi. Penelitian World Bank (World Bank Institute Home Page, retrieve Februari 2000) mengenai inflasi dan pertumbuhan di 127 negara antara tahun 1960-1992 menunjukkan adanya hubungan yang erat antara tingkat inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pada tingkat inflasi yang rendah-menengah (20-40%) tidak secara langsung menyebabkan penurunan pertumbuhan sedangkan tingkat inflasi diatas 40% merupakan inflasi yang sangat membahayakan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang perlu mendapat perhatian baik untuk mencari penyebab maupun solusi untuk mengatasinya.

Sejak tahun 1986 Indonesia mengalami fluktuasi harga yang beragam. Tingkat inflasi tertinggi yang dialami Indonesia terjadi pada tahun 1997 dan 1998 sebesar 11,05% dan 77,63%. Data inflasi menunjukkan bahwa pergerakan harga di Indonesia relatif tidak stabil. Adanya krisis ekonomi pada pertengahan 1997, telah mendorong tingkat inflasi menjadi sedemikian tinggi. Pada tahun 1999 dan 2000 tingkat inflasi telah mengalami penurunan, walaupun kondisi tersebut tidak selalu menjamin stabilitas harga.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia lebih didominasi oleh penyebab non ekonomis. Permasalahan penyebab ekonomis dan non ekonomis di Indonesia memang menimbulkan kontroversi yang cukup tinggi. Aspek-aspek non ekonomis terkadang memberikan pengaruh yang signifikan bagi perubahan-perubahan indikator ekonomi. Dalam tulisan ini, faktor-faktor non ekonomis dieliminir dan diasumsikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat inflasi. Fenomena inflasi di Indonesia sendiri memunculkan banyak pendapat mengenai sumber inflasi dan aspek kausalitas.

Di satu sisi terdapat kelompok yang mengatakan inflasi di Indonesia dipicu oleh Jumlah uang beredar yang terlampau besar dan di sisi lain terdapat kelompok yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia disebabkan karena ketergantungan Indonesia bagi barang impor. Sisi kausalitas inflasi muncul karena inflasi itu tidak hanya merupakan akibat dari faktor ekonomi namun juga dapat menyebabkan perubahan faktor ekonomi yang lain. Berdasar latar belakang tersebut maka kajian ini akan mengamati fenomena inflasi yang terjadi di Indonesia baik dari sisi penyebab maupun aspek kausalitas.

read more - http://rapidshare.com/files/130315695/ika_rahutami_fenomena_inflasi.doc

IMPAK KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO TERHADAP EFISIENSI EKONOMI INDONESIA PERIODE 1980.1-1999.4 (ANALISIS KOINTEGRASI)

The economic crisis remains to be fundamental economic problem for many countries. Many of research done to found the cause and solve the main problem of the crisis. This research use co-integration regression method to observe the long run of economics policy effects. This research statistically examines the impact of Indonesian economics policies to economics efficiency. The analysis point only four variables that have a significant impact; real interest rate, inflation, government expenditure, and real exchange rate. The other economic factors, such as export, banking credit, do not have significant impact. This research also find that data is a stationer data so in the long run, economic policies have a significant implication to the economic efficiency.

Key words: Economics efficiency, economic crisis, macroeconomic policies, co-integration regression.


paper ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dibiayai oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia tahun 2001 dan di muat di jurnal Kompak. Read more disini

PPP : SUATU SOLUSI PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH YANG BERBASIS KOMPETENSI

Pertanyaan yang muncul dari keterkaitan antara otonomi daerah dengan globalisasi adalah siapa yang akan menjadi pelaku dalam proses pembangunan tersebut? Bila pemberlakuan otonomi daerah dalam era globalisasi menuntut suatu daerah kembali menata pembangunan ekonominya agar memiliki core-competence sehingga daerah tersebut akan mampu bertahan, berkembang dan bersaing dengan daerah lain maka diperlukan sinergi antar segenap pelaku ekonomi. Suatu konsep yang dapat digunakan adalah Public-Private Partnership (PPP).
Konsep PPP pertama kali muncul pada Juni 1998 di British Columbia. Konsep PPP merupakan bentuk kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta dalam menyediakan jasa, fasilitas dan infrastruktur (www.marh.gov.bc.ca ). Karakteristik dari PPP adalah kemitraan dimana terdapat sharing antara pemerintah dan swasta dalam bentuk investasi,resiko, tanggung jawab dan reward. Kemitraan tersebut tidak dibangun pada aturan dan pola tanggung jawab yang seragam, namun biasanya bervariasi antara poyek yang satu dengan yang lain. Konsep PPP dapat pula tidak hanya dipandang dari sisi public dan private sector saja.

Paper ini telah saya presentasikan dalam Serial discussion Otonomi Daerah di Unika Soegijapranata, Agustus 2001. Read more on http://rapidshare.com/files/130314673/ika_rahutami_otonomi_daerah.doc

aktif lagi

sudah lama banget saya tidak mengisi blog ekonomi saya
dan kemarin beberapa teman dan mahasiswa S2, menanyakan atau meminta beberapa file saya
nah dari pada bingung, lebih baik saya upload lewat blog ini
mudah-mudahan bermanfaat..
dan semoga membuat saya lebih giat mengisinya lagi

salam
ika