Paper ini telah dimuat di Buletin Ekonomi, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan Vol 5. No.2, Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, 2007
berikut petikannya
Dinamika perekonomian ditentukan oleh interaksi simultan antar empat blok perekonomian yaitu blok moneter, blok fiskal, blok eksternal dan blok riil. Di antara ke empat blok perekonomian tersebut blok moneter merupakan jantung perekonomian, yang memegang peran penting dalam pencapaian tujuan ekonomi. Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memegang otoritas moneter telah mengalami perubahan dari periode ke periode terutama berkaitan dengan unsur kelembagaan, instrumen dan jangkar yang digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada awalnya sesuai dengan UU Pokok Bank Indonesia tahun 1953 pasal 7, tugas utama Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas mata uang, menyelenggarakan peredaran uang, memajukan sistem perbankan serta mengawasi kegiatan perbankan dan perkreditan (Rahardjo, 1995:4). Tugas ini sedikit bergeser dalam UU No 13 tahun 1968, yang menyebutkan bahwa tugas pokok Bank Indonesia adalah membentu pemerintah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat (Nopirin, 2000:46). Akibat krisis keuangan pada tahun 1997 dan berlanjut menjadi krisis ekonomi, maka otoritas moneter merasa perlu membuat kebijakan ekonomi yang lebih optimal untuk dapat mengatasi keterpurukan ekonomi Indonesia. Salah satu upaya meningkatkan kinerja Bank Indonesia, maka dikeluarkan UU No. 23 tahun 1999. UU tersebut mengakibatkan adanya perubahan orientasi tugas Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Bank Indonesia tidak lagi terbebani sebagai agen pembangunan tetapi lebih berfungsi sebagai penjaga stabilitas ekonomi. Secara lebih spesifik tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Ada pun tugas utama Bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur serta mengawasi bank. Stabilitas ekonomi ini dijaga melalui stabilitas harga yang harapannya, melalui stabilitas harga maka kinerja ekonomi makro baik secara internal maupun eksternal yang terkait dengan neraca pembayaran internasional akan terjaga pula.
Implikasi dari UU No 23 tahun 1999 adalah adanya perubahan bobot independensi Bank Indonesia. Bila sebelum tahun 1999 Bank Indonesia bukanlah merupakan lembaga yang independen, maka dari tahun 1999 Bank Indonesia diberikan kewenangan menjadi lembaga yang independen meskipun pada tahun 2004 independensinya menjadi relatif berkurang karena Bank Indonesia menjadi lembaga yang memiliki keterkaitan dengan departemen Keuangan selaku representasi dari pemerintah. Interseksi antara Bank Indonesia dan pemerintah ini menunjukkan adanya koordinasi antar dua lembaga terutama dalam pnentuan tujuan akhir kebijakan .
Implikasi lain dari UU No 23 tahun 1999 terjadi perubahan jangkar moneter. Sebelum tahun 1997, Bank Indonesia menggunakan paradigma uang aktif untuk menstabilkan harga. Paradigma uang aktif merupakan kebijakan yang menggunakan besaran moneter sebagai jangkar moneter (lebih dikenal dengan monetary targeting – yang selanjutnya disebut dengan MT). Salah satu sebab kenapa Bank Indonesia menggunakan besaran moneter sebagai jangkar adalah adanya kelebihan dan ekspansi likuiditas dipandang sebagai sumber ketidakseimbangan. Pada saat itu kelebihan likuiditas di perbankan terjadi karena dikucurkannya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia untuk program rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan. MT ini sangat tergantung pada stabilitas velositas uang beredar dan kemampuan bank sentral dalam mengendalikan uang kartal. Namun karena banyaknya kejutan ekonomi dalam masa krisis tahun 1997 maka hubungan antara uang primer dan harga menjadi tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan Bank Indonesia menjadi cenderung bias dalam menggunakan jangkar moneter, bahkan penelitian Carare dan Stone (2002) menunjukkan bahwa Bank Indonesia merupakan bank sentral yang tidak memiliki komitmen yang jelas (without clear commitmet), karena tetap menjangkarkan kebijakannya pada 3 hal yaitu inflasi, suku bunga riil dan perubahan uang primer.
Bila berminat lanjutannya silakan klik http://rapidshare.com/files/151335959/ikarahutami_Inflation_Targeting.doc
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment