Awal Januari 2009 lalu Bank
Pemilu antara stimulus dan biaya
Kampanye berkaitan erat dengan iklan dan sosialisasi caleg. Kampanye media memiliki backward dan forward linkage baik ke mass media, perusahaan percetakan, perdagangan, industri kertas, perhotelan, dan jasa kehumasan. Kampanye media cenderung memiliki efek pengganda yang relatif lebih kecil dibanding dengan kampanye langsung ke masyarakat. Kampanye langsung biasanya disertai dengan pembagian kaos, pembagian sembako, pengobatan gratis dan lain-lain memiliki keterkaitan yang banyak, sehingga menciptakan efek pengganda yang lebih tinggi.
Berdasarkan data Bappenas (2008), dana anggaran Pemilu 2009 adalah Rp 13,5 triliun, dengan distribusi Rp 4,5 triliun untuk pemilihan legislatif dan Rp 9 triliun untuk pemilihan presiden. Diperkirakan sumbangan pemerintah daerah seluruh Indonesia (APBD) untuk pembiayaan Pemilu sekitar Rp 1-2 triliun. Total anggaran Pemilu sekitar Rp15,5 triliun belum termasuk dana kampanye calon legislatif seluruh
Hal lain yang patut dipertimbangkan adalah biaya yang muncul dari Pemilu. Terdapat tiga masalah yang akan menimbulkan biaya Pemilu. Yang pertama adalah Moral Hazard dari Partai Politik. Krisis keuangan global menyebabkan banyak pihak melakukan penghematan biaya kampanye. Sedikitnya dana partai, dapat mendorong terjadinya moral hazard dari partai yang memiliki akses terhadap fasilitas pemerintah. Adanya akses ini akan memungkinkan partai politik untuk menggunakan fasilitas pemerintah untuk kegiatan kampanye. Kedua adalah adanya praktek perdagangan hak pilih (logrolling) yang muncul setelah selesai Pemilu. Adanya logrolling ini akan menyebabkan meningkatnya ukuran kepemerintahan, sehingga tidak efisien dan menimbulkan biaya publik. Terakhir adalah polemik atau ketidakpuasan terhadap perhitungan suara hasil pemilu. Apabila polemik ini berkepanjangan, maka cenderung akan memberikan pengaruh negatif bagi investor, dan pelaku bisnis pada umumnya.
No comments:
Post a Comment